Category Archives: Ragam Kota Bandung

Serba-Serbi Nasi Uduk ala Bandung

Bandung,review,Bandungreview

Kalau bicara kuliner yang melibatkan makanan pokok orang Indonesia, yaitu nasi, pasti banyak pilihannya. Pilihan pertama pasti nasi goreng yang bisa kita jumpai dimana-mana di pelosok kota Bandung ini. Pilihan kedua pasti nasi timbel yang tidak kalah populer dengan nasi goreng, dan pilihan terakhir adalah nasi uduk yang bisa dibilang makanan serba lengkap dan enak!

Ya nasi uduk adalah makanan yang lumayan populer di kota kembang, hampir sama populernya mungkin dengan penjaja nasi goreng dan nasi timbel, padahal lauk pauk nasi uduk tergolong standar, dari ayam, bebek, ikan lele, tahu, tempe dan tidak lupa sambalnya. Oleh karena itu, hanya yang membuat nasi uduk-nya enak saja yang pasti bakal disukai oleh para pecinta nasi uduk. Lalu, dimana saja sih warung nasi uduk yang lumayan menjadi favorit di Bandung? Mari kita simak bersama.

Nasi Uduk 97

Lokasinya ada di jalan Dr.Rajiman, sebelum toko Collector Parfum, atau lebih mudahnya di seberang restoran Tomodachi. Warung nasi uduk ini selalu ramai diserbu pengunjung, apalagi ketika jam pulang kantor sekitar malam hari, dijamin tempatnya bakal selalu penuh. Untungnya tempat warung nasi uduk 97 ini lumayan luas, jadi jangan khawatir kamu tidak kebagian tempat. Harga makanannya sendiri standar, makan nasi uduk dengan lauk pauk komplitnya ditaksir sekitar Rp 15.000 – Rp 30.000. Nasi uduk-nya gurih dan porsinya banyak! Kemudian gorengan lauk pauknya benar-benar crispy apalagi kol gorengnya! Jangan lupakan ayam bakar madu-nya yang menjadi favorit pengunjung disini selain ikan lele, ayam goreng dan bebek-nya. Selain itu sambalnya pun nendang banget guys! Well, kamu harus datangi warung nasi uduk 97 ini jika kamu benar-benar pecinta nasi uduk, tapi awas jangan sampai tertukar dengan warung sebelahnya yang sama-sama menjual nasi uduk juga, he-he.

Nasi Uduk 88

Warung nasi uduk yang satu ini beralamat di jalan Abdurahman Saleh, tepat setelah melewati patung Husein Sastranegara, di sebelah kiri jalan, kamu bakal menemukan warung nasi uduk ini dengan mudah karena selalu terlihat ramai dari luarnya. Harganya kurang lebih sama dengan warung nasi uduk yang sudah-sudah, tapi nasi uduk disini lebih gurih dan lebih lezat dari warung nasi uduk 97, walaupun begitu porsinya tidak terlalu banyak, pasti bagi kamu para pria tidak cukup hanya makan satu porsi nasi uduk disini, dijamin tambah! Lauk pauknya pun lumayan maknyos, kecuali bebek-nya yang kita nilai kurang lezat karena kurang begitu empuk. Tapi overall, walau tempatnya tidak seluas warung nasi uduk 97, nasi uduk 88 ini selalu diserbu pengunjung. Well, buktikan sendiri guys!

Kantin Nasi Uduk Pondok Labu

Bicara soal nasi uduk yang biasanya dijajakan di warung kaki lima, beda halnya dengan Kantin Nasi Uduk Pondok Labu yang berkonsep seperti kafe sederhana yang menjual berbagai makanan dengan spesialisasinya adalah berbagai jenis paket nasi uduk, dari paket hemat hingga paket komplit! Lokasinya berada setelah warung Surabi Enhai, atau lebih gampangnya di seberang Bank Mandiri Setiabudi sebelum kampus Universitas Pasundan. Selain berbagai jenis nasi uduk, ada tenant lain yang menjajakan bermacam-macam kopi di depan kantin ini.

Tempatnya pun terbilang cozy dan adem, apalagi banyak koleksi buku dan majalah impor yang bisa menjadi teman baca sambil makan nasi uduk kamu, harganya pun terjangkau dan pas di kantong mahasiswa. Apalagi kantin ini buka 24 jam! Wow, cocok bagi kamu yang susah tidur dan lapar tengah malam. Belum lagi kantin ini sering dipakai untuk acara nonton bareng, dari acara nonton bareng sepakbola hingga nonton bareng film indie, pokoknya kantin yang satu ini serba lengkap guys!

Ya, mungkin itu sebagian dari beberapa warung nasi uduk yang enak yang ada di kota kembang tercinta ini. Bandung memang tidak pernah kehabisan tempat makan enak guys, jadi tidak usah khawatir bagi kamu yang mencari warung nasi uduk enak lainnya di Bandung, selain tiga tempat yang kita sebutkan, masih banyak tempat lain yang tidak kalah enak. Well, selamat berburu nasi uduk di Bandung guys!

SUMBER : http://bandungreview.com


Stop Penyakit Masyarakat

Dalam proses sosialisasi di masyarakat, disadari ataupun tidak disadari seseorang pernah melakukan tindakan penyimpangan sosial, baik dalam skala besar ataupun kecil. Perilaku menyimpang apabila dilakukan secara intens dan dalam skala yang besar bisa berubah menjadi penyakit sosial.

Penyakit sosial yang merupakan kebiasaan berperilaku yang tidak sesuai dengan nilai dan norma dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, baik pada masyarakat tradisional, desa, kota, maupun pada masyarakat modern.

Seperti halnya dengan tubuh yang selalu menghadapi kemungkinan adanya berbagai jenis penyakit yang berpengaruh terhadap kesehatan, di tengah masyarakat juga terdapat berbagai jenis penyakit yang dapat merongrong kondisi keharmonisan dan keteraturan sosial. Hal-hal yang dapat mengakibatkan situasi lingkungan masyarakat yang tidak sehat disebut sebagai penyakit sosial. Penyakit sosial merupakan bentuk kebiasaan berperilaku sejumlah warga masyarakat yang tidak sesuai dengan nilai dan norma sosial yang berpengaruh terhadap kehidupan warga masyarakat.

Penyakit sosial merupakan bentuk kebiasaan masyarakat yang berperilaku tidak sesuai dengan nilai dan norma sosial, sehingga menghasilkan perilaku menyimpang. Beberapa kebiasaan warga masyarakat yang dapat dikategorikan sebagai bentuk penyakit sosial antara lain kebiasaan minum-minuman keras, berjudi, menyalahgunakan narkoba, penyakit HIV/AIDS, penjaja sex komersial (PSK), dan sebagainya.

Seperti halnya Minuman keras atau sering disingkat miras adalah minuman yang mengandung alkohol.Minum minuman beralkohol dalam jumlah banyak dapat menimbulkan mabuk bahkan tak sadarkan diri, karena alkohol berpengaruh terhadap kerja dan fungsi susunan saraf. Pemakaian alkohol dalam jangka waktu lama akan menimbulkan kerusakan pada organ hati dan otak serta menimbulkan efek ketergantungan.

Orang yang kecanduan alkohol akan menunjukkan gejala-gejala seperti mual, gelisah, gemetar, sukar tidur. Pengaruh alkohol mengakibatkan perilaku emosional, tak terkendali, dan agresif. Hal tersebut dapat dibuktikan bahwa banyak pelaku tindak kriminal selalu diawali dengan meminum minuman keras, sehingga tindakannya bisa di luar batas perikemanusiaan sehingga seringkali menimbulkan tindak kriminalitas dalam masyarakat

Karena itulah diperlukan suatu Peraturan Daerah membatasi ataupun juga melarang peredaran minuman keras karena berawal dari inilah tindakan-tindakan kejahatan sering terjadi.


Tugas dan Tanggung Jawab Polisi Pamong Praja

Tugas dan tanggung jawab Polisi Pamong Praja di dalam mengamankan program-program pemerintah, khususnya dalam penegakan peraturan daerah sangat diperlukan, sekaligus memantapkan posisinya sebagai salah satu unit kerja di dalam struktur pemerintahan daerah dalam mendukung suksesnya pelaksanaan program pemerintah. Meskipun dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya Satuan Polisi Pamong Praja dalam menghadapi permasalahan dan tantangan klasik yaitu : opini masyarakat yang negative, Sumber Daya Manusia yang terbatas, sarana dan prasarana yang kurang memadai dan pemberitaan pers yang tidak seimbang. Sebagai jajaran aparatur pemerintah yang tugasnya bersentuhan langsung dengan masyarakat, Satuan Polisi Pamong Praja menghadapi persoalan yang rawan terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), seperti halnya pada waktu melaksanakan penertiban, petugas berhadapan dengan massa yang menolak untuk di tertibkan, akibatnya petugas sering dihadapkan dengan tindakan kekerasan yang berujung pada pelanggaran HAM yang berdampak juga pada berlakunya penyelenggaraan pemerintahan dan ketentraman masyarakat.

Terkait dengan permasalahan tersebut, guna kelancaran jalannya pemerintahan dan terlaksananya kentetraman dan ketertiban, maka bagian dari anggota Satuan Polisi Pamong Praja, diminta untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat terkait dengan tugas dan fungsi yang harus dilaksanakan; mencegah terjadinya pelanggaran HAM dalam melaksanakan operasionalnya; menjunjung tinggi norma hokum, norma agama, HAM dan norma lainnya yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat.

Satuan Polisi Pamong Praja diharapkan mampu menghadapi, mengayomi, dan melayani masyarakat tidak dengan cara yang kasar, seperti memaksa, mengancam dan menggunakan kekerasan, tetapi melalui cara-cara persuasive, simpatik dan edukatif, sehingga sedapat mungkin dihindari penggunaan kekerasan yang menimbulkan kontra produkstif di masyarakat. Untuk itu dalam pelaksanaan tugas Satuan Polisi Pamong Praja di landasi pertimbangan-pertimbangan berbagai aspek baik itu aspek perencanaan, aspek organisasi, aspek pelaksanaan, aspek HAM, aspek pelaporan dan rekrutmen SDM Satuan Polisi Pamong Praja yang di sesuaikan dengan kebutuhan organisasi. Ini penting bagi Satuan Polisi Pamong Praja dalam meningkatkan citra, kewibawaan dan kinerja yang dituntut dari Satuan Polisi Pamong Praja


Sejarah Kota Bandung

Kota Bandung tidak berdiri bersamaan dengan pembentukan Kabupaten Bandung. Kota itu dibangun dengan tenggang waktu sangat jauh setelah Kabupaten Bandung berdiri. Kabupaten Bandung dibentuk pada sekitar pertengahan abad ke-17 Masehi, dengan Bupati pertama tumenggung Wiraangunangun. Beliau memerintah Kabupaten bandung hingga tahun 1681.
Semula Kabupaten Bandung beribukota di Krapyak (sekarang Dayeuhkolot) kira-kira 11 kilometer ke arah Selatan dari pusat kota Bandung sekarang. Ketika kabupaten Bandung dipimpin oleh bupati ke-6, yakni R.A Wiranatakusumah II (1794-1829) yang dijuluki “Dalem Kaum I”, kekuasaan di Nusantara beralih dari Kompeni ke Pemerintahan hindia Belanda, dengan gubernur jenderal pertama Herman Willem Daendels (1808-1811). Untuk kelancaran menjalankan tugasnya di Pulau Jawa, Daendels membangun Jalan Raya Pos (Groote Postweg) dari Anyer di ujung barat Jawa Barat ke Panarukan di ujung timur Jawa timur (kira-kira 1000 km). Pembangunan jalan raya itu dilakukan oleh rakyat pribumi di bawah pimpinan bupati daerah masing-masing.
Di daerah Bandung khususnya dan daerah Priangan umumnya, Jalan Raya pos mulai dibangun pertengahan tahun 1808, dengan memperbaiki dan memperlebar jalan yang telah ada. Di daearh Bandung sekarang, jalan raya itu adalah Jalan Jenderal Sudirman – Jalan Asia Afrika – Jalan A. Yani, berlanjut ke Sumedang dan seterusnya. Untuk kelancaran pembangunan jalan raya, dan agar pejabat pemerintah kolonial mudah mendatangi kantor bupati, Daendels melalui surat tanggal 25 Mei 1810 meminta Bupati Bandung dan Bupati Parakanmuncang untuk memindahkan ibukota kabupaten, masing-masing ke daerah Cikapundung dan Andawadak (Tanjungsari), mendekati Jalan Raya Pos.
Rupanya Daendels tidak mengetahui, bahwa jauh sebelum surat itu keluar, bupati Bandung sudah merencanakan untuk memindahkan ibukota Kabupaten Bandung, bahkan telah menemukan tempat yang cukup baik dan strategis bagi pusat pemerintahan. Tempat yang dipilih adalah lahan kosong berupa hutan, terletak di tepi barat Sungai Cikapundung, tepi selatan Jalan Raya Pos yang sedang dibangun (pusat kota Bandung sekarang). Alasan pemindahan ibukota itu antara lain, Krapyak tidak strategis sebagai ibukota pemerintahan, karena terletak di sisi selatan daerah Bandung dan sering dilanda banjir bila musim hujan.
Sekitar akhir tahun 1808/awal tahun 1809, bupati beserta sejumlah rakyatnya pindah dari Krapyak mendekali lahan bakal ibukota baru. Mula-mula bupati tinggal di Cikalintu (daerah Cipaganti), kemudian pindah ke Balubur Hilir, selanjutnya pindah lagi ke Kampur Bogor (Kebon Kawung, pada lahan Gedung Pakuan sekarang).
Tidak diketahui secara pasti, berapa lama Kota Bandung dibangun. Akan tetapi, kota itu dibangun bukan atas prakarsa Daendels, melainkan atas prakarsa Bupati Bandung, bahkan pembangunan kota itu langsung dipimpin oleh bupati. Dengan kata lain, Bupati R. A. Wiranatakusumah II adalah pendiri (the founding father) kota Bandung. Kota Bandung diresmikan sebagai ibukota baru Kabupaten Bandung dengan surat keputusan tanggal 25 September 1810.